PENGERTIAN KOMPETENSI BELAJAR SISWA DAN GURU
PENGERTIAN KOMPETENSI BELAJAR SISWA DAN GURU, KOMPETENSI BELAJAR SISWA, KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN, PENTINGNYA KOMPETENSI GURU, PENTINGNYA KOMPETENSI SISWA,
Menurut Mulyasa “kompetensi guru merupakan perpaduan antara
kemampuan personal, keilmuan, sosial, spiritual yang secara kaffah membentuk
kompetensi standar profesi guru yang mencakup penguasaan materi, pemahaman
terhadap peserta didik, pembelajaran yang mendidik, pengembangan pribadi dan
profesionalisme.”
Lebih lanjut Mulyasa menjelaskan “kompetensi merupakan
perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan
dalam kebiasaan berfikir dan bertindak.” Menurut Muhaimin, “kompetensi adalah
seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung jawab yang harus dimiliki
seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksanakan tugas-tugas dalam
bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukan sebagai kemahiran,
ketetapan, dan keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab harus ditunjukkan
sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu pengetahuan,
teknologi maupun etika. Menurut Muhibbinsyah “kompetensi adalah kemampuan atau
kecakapan.”
Lebih lanjut Muhibbinsyah, menjelaskan bahwa “kompetensi
guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan kewajiban-kewajibannya
secara bertanggung jawab dan layak. Kompetensi guru juga dapat diartikan
sebagai kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang ditampilkan dalam
bentuk perilaku cerdas dan penuh tanggung jawab yang dimiliki seorang guru
dalam menjalankan profesinya.”
Jadi kompetensi profesional guru dapat diartikan sebagai
kemampuan dan kewenangan guru dalam menjalankan profesi keguruannya. Guru yang berkompeten
dan profesional adalah guru piawai dalam melaksanakan profesinya. Berdasarkan
uraian di atas, kompetensi guru dapat didefinisikan sebagai penguasaan terhadap
pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan
berpikir dan bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru. Selanjutnya
pengertian kompetensi adalah
“seperangkat pengetahuan keterampilan dan perilaku tugas yang harus dimiliki
seorang guru. Setelah dimiliki, tentu harus dihayati, dikuasai dan
diwujudkan oleh guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan di dalam kelas
yang disebut sebagai pengajaran.”
Kompetensi guru dapat dibagi ke dalam empat bagian meliputi: 1.
Kompetensi pedagogik (pendidikan), 2. Kepribdian, 3. Sosial dan 4. Profesional sebagai
tuntutan dari profesi. Sebagaimana masing-masing penjelasannya sebagai berikut:
Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik “merupakan kemampuan guru dalam
pengolahan pembelajaran untuk kepentingan peserta didik. Paling tidak harus
meliputi pemahaman wawasan atau landasan kepemimpinan dan pemahaman terhadap
peserta didik.” Selain itu, juga meliputi kemampuan dalam pengembangan
kurikulum dan silabus. Termasuk perancangan dan pelaksanaan pembelajaran,
evaluasi akhir belajar dan pengembangan peserta didik di dalamnya. Ini semua
dimaksudkan demi mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki guru, sekali
lagi untuk kepentingan pencapaian tujuan pembelajaran.
Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian “mencakup kepribadian yang baik,
stabil, dewasa, arif dan bijaksana. Tentu saja berakhlak mulia, serta menjadi teladan
bagi peserta didik dan masyarakat. Secara objektif mampu mengevaluasi kinerja
sendiri dan mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
Kompetensi Sosial
Kompetensi sosial yaitu
“kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang-kurangnya meliputi
kompetensi agar mampu berkomunikasi lisan, tulisan atau secara isyarat. Mampu
pula memilih, memilah dan memanfaatkan alat telekomunikasi yang sesuai secara
fungsional dan bergaul secara efektif dengan berbagai kalangan serta lapisan.”
Pergaulan itu bisa dengan peserta didik, sesama pendidik,
tenaga kependidikan, dan wali peserta didik. Ini berarti bahwa guru dalam
konteks kompetensi sosial harus berkompeten bergaul secara santun dengan
masyarakat di sekitar tempat kerja dan di lingkungan tempat tinggalnya.
Kompetensi Profesional
Kompetensi profesional “merupakan wujud nyata kemampuan
penguasaan atas materi pelajaran secara luas dan mendalam. Mengerti tujuan
diajarkanya materi dan acuan hasil yang akan didapat setelah proses pengajaran.
Mampu mempresentasikan dan memperkaya dengan bacaan-bacaan bermutu”
Keempat pengertian kompetensi tersebut mencerminkan empat standar
kompetensi guru yang masih bersifat umum. Jadi perlu dijabarkan dalam perangkat
kompetensi dan sub kompetensi yang dikemas secara koheren dan sistematis dengan
menempatkan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah Yang Maha Esa dan bertakwa. Di
samping sebagai warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab.
Selain empat kompetensi di atas, diperlukan juga manajemen
pengembangan kompetensi guru yang dapat diartikan sebagai usaha yang dikerjakan
untuk memajukan dan meningkatkan mutu, keahlian, kemampuan, dan keterampilan
guru demi kesempurnaan tugas pekerjaannya. “Pengembangan kompetensi guru
didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.” Khususnya arus globalisasi dan informasi, menutupi kelemahan-kelemahan
yang tak tampak pada waktu seleksi, mengembangkan sikap profesional,
mengembangkan kompetensi profesional, dan menumbuhkan ikatan batin antara guru
dan kepala sekolah.
Secara teknis, kegiatan yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan kompetensi guru adalah: bimbingan dan tugas,
pendidikan dan pelatihan, kursus-kursus, studi lanjut, latihan jabatan, rotasi
jabatan, konferensi, penataran, lokakarya, seminar, dan pembinaan profesional
guru (supervisi pengajaran).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa,
kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh
seseorang guru yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat
melakukan perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya,
kompetensi tersebut terdiri dari empat bagian sebagaimana telah disebutkan di
atas.
Selanjutnya secara lebih khusus, kompetensi guru dalam
melakukan evaluasi pembelajaran khususnya dalam bidang studi fiqih, guru dituntut
harus mampu dan terampil dalam mengevaluasi anak didiknya, dengan cara
menentukan materi yang akan dievaluasi benar telah diajarkan kepada anak didik,
dengan demikian evaluasi yang dilakukan akan mencapai sasaran. Sebaliknya bila
guru tidak mengevaluasi sesuai dengan materi yang telah diajarkan, maka hasil
evaluasi tidak mencapai sasaran yang diharapkan.
Pengertian Evaluasi
Evaluasi “secara etimologi berasal dari bahasa Inggeris evaluation
yang bertarti value, yang secara harfiah dapat diartikan sebagai penilaian.” Dari
pengertian tersebut dapat dipahami bahwa, evaluasi merupakan suatu kegiatan
penilaian terhadap sesuatu pelajaran yang telah dilalui. Namun, dari sisi
terminologis ada beberapa definisi yang dapat dikemukakan, antara lain:
Suatu proses sistematik untuk mengetahui tingkat
keberhasilan sesuatu.
Kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik
dan terarah berdasarkan atas tujuan yang jelas.
Proses penentuan nilai berdasarkan data kuantitatif hasil pengukuran
untuk keperluan pengambilan keputusan.
Selain itu M. Ngalim Purwanto menjelaskan bahwa “evaluasi
merupakan suatu proses merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang
sangat diperlukan untuk membuat alternatif-alternatif keputusan.” Dengan
demikian jelaslah bahwa evaluasi ini sangat penting dalam suatu pengajaran.
Lebih lanjut M. Ngalim Purwanto menjelaskan bahwa:
Setiap kegiatan evaluasi atau penilaian merupakan suatu
proses yang sengaja direncanakan untuk memperoleh informasi atau data;
berdasarkan data tersebut kemudian
dicoba membuat suatu keputusan. Sudah barang tentu informasi atau data
yang dikumpulkan itu harus data yang sesuai dan mendukung tujuan evaluasi yang
direncanakan. Sebagai contoh, seorang pemuda memperoleh informasi tentang
berbagai hal mengenai diri pacarnya. Ia menanyakan pendidikan pancarnya,
keadaan dan kehidupan keluarganya, pekerjaan orang tuanya, dan sebagainya, baik
secara langsung maupun tidak langsung.. adapun data yang menyangkut pribadi dan
sifat-sifat pacarnya diteliti melalui pergaulan sehari-hari di antara mereka
berdua. Semua ini dilakukan karena pemuda tersebut ingin mengambil suatu
keputusan, apakah pacarnya itu merupakan idola yang cocok dengan dirinya untuk
segera dijadikan ‘teman hidupnya’ atau tidak. Apa yang telah dilakukan pemuda
tersebut adalah salah satu contoh dari evaluasi.
Selanjutnya evaluasi “merupakan salah satu kegiatan utama
yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam kegiatan pembelajaran.” Dengan
penilaian, guru akan mengetahui perkembangan hasil belajar, intelegensi, bakat
khusus, minat, hubungan sosial, sikap dan kepribadian siswa atau peserta didik.
Evaluasi hasil belajar pada dasarnya adalah “mempermasalahkan,
bagaimana pengajar (guru) dapat mengetahui hasil pembelajaran yang telah
dilakukan. Pengajar harus mengetahui sejauh mana pembelajaran (learner) telah
mengerti bahan yang telah diajarkan atau sejauh mana tujuan/kompetensi dari
kegiatan pembelajaran yang dikelola dapat dicapai.” Tingkat pencapaian
kompetensi atau tujuan instruksional dari kegiatan pembelajaran yang telah
dilaksanakan itu dapat dinyatakan dengan nilai. “oleh sebab itu evaluasi
menempati kedudukan penting dalam rancangan kurikulum dan pengajaran untuk
mencapai sasaran yang diharapkan.”
Berdasarkan pada beberapa definisi evaluasi di atas, maka
dapat dipahami bahwa perbedaan antara evaluasi dengan pengukuran adalah dalam
hal jawaban terhadap pertanyaan “what value” untuk evaluasi dan “how much”
untuk pengukuran. Adapun asesmen berada diantara kegiatan pengukuran dan
evaluasi. Artinya bahwa sebelum melakukan asesmen ataupun evaluasi lebih dahulu
dilakukan pengukuran. Jadi evaluasi merupakan suatu kegiatan penilaian atau pengukuran
terhadap hasil belajar siswa. Sedangkan pengukuran adalah penyusunan suatu tes
harus disesuaikan dengan jenis kemampuan hasil belajar yang hendak diukur.
Rancangan Tes Hasil Belajar
Rancangan tes hasil belajar merupakan suatu ancang-ancang
atau boleh juga dikatakan rencana, yakni membuat suatu rancangan sebelum tes
dilakukan atau “proses penyusunan soal tes untuk siswa.” agar tes yang
dilakukan dapat mencapai sasaran yang diharapkan. Dalam merencanakan penyusunan
tes diperlukan adanya langkah-langkah yang harus diikuti secara sistematis,
sehingga dapat memperoleh tes yang lebih efektif. Para ahli perancang tes maupun
para pengajar, umumnya telah menyepakati langkah-langkah sebagai berikut:
Menentukan/merumuskan tujuan tes
Mengidentifikasi hasil-hasil belajar yang akan diukur dengan
tes itu
Menentukan/menandai hasil-hasil belajar yang spesifik, yang
merupakan tingkah laku yang dapat diamati dan sesuai dengan TIK
Merinci mata pelajaran/ bahan pelajaran yang akan diukur
dengan tes itu
Menyiapkan tabel spesifikasi
Menggunakan tabel spesifikasi tersebut sebagai dasar
penysunan tes.
Kutipan di atas dapat dipahami bahwa, ada enam langkah dalam
rancangan penyusunan tes yang harus dilakukan oleh pendidik atau pengajar, guna
untuk mengukur hasil belajar anak didik secara efektif. Selanjutnya M. Ngalim
Purwanto menjelaskan bahwa:
Untuk dapat merumuskan tujuan penyusunan tes dengan baik,
seorang guru atau pengajar perlu memikirkan apa tipe dan fungsi tes yang akan
dirancang atau disusunnya, sehingga selanjutnya ia dapat menentukan bagaimana
karakteristik soal-soal yang akan dibuatnya. Perlu diketahui bahwa tes itu
mempunyai beberapa fungsi, tergantung pada tipe atau kegunaannya.
Kutipan di atas dapat dipahami bahwa, seorang guru harus
memikirkan bagaimana cara merancang tes yang baik, sehingga pada gilirannya
lebih mudah menentukan kisi-kisi soal yang akan dirancang. Justeru itu “guru
harus mempunyai keahlian dan kecakapan membuat soal merupakan suatu persyaratan
mutlak yang harus dimiliki.” Dalam hal ini lebih lanjut M. Ngalim Purwanto
menunjukkan apa tipe dan fungsi tes serta bagaimana ciri-ciri soalnya.
Bila dilihat isi tabel di atas dapat diketahui bahwa, untuk
mengukur dan menilai hasil belajar siswa perlu melalui beberapa aspek seperti
tipe, fungsi tes dan ciri-ciri soalnya yang harus dibuat. Dengan cara demikian
maka rancangan tes yang dilakukan dapat diterapkan dalam menilai hasil evaluasi
pembelajaran.
“Langkah selanjutnya dalam merancang tes yaitu menyusun
tabel spesifikasi. Selanjutnya mengenai langkah-langkah perencanaan tes yang
kami anggap perlu diuraikan lebih lanjut ialah tentang menyusun tabel
spesifikasi.”
Tabel spesifikasi diperlukan sebagai dasar atau pedoman
dalam membuat soal-soal dalam penyusunan tes. “Di dalam tabel spesifikasi
terdapat kolom-kolom dan lajur yang memuat pokok bahasan (unit-unit bahan
pelajaran yang telah diajarkan) dan aspek-aspek pengetahuan dan keterampilan
(hasil belajar) yang diharapkan dicapai dari tiap pokok bahasan.” Dengan
menggunakan tabel tersebut, guru atau pengajar dapat menentukan jumlah dan
jenis soal yang diperlukan, sesuai dengan tujuan istruksional dari tiap pokok
bahasan. Sebagai contoh, misalkan seorang guru atau pengajar akan menyusun tes
untuk suatu unit bahan pelajaran tentang evaluasi belajar. Setelah merinci unit
pelajaran tersebut ke dalam pokok-pokok bahasan, kemudian ia menyusun tabel
spesifikasi di bawah ini.
Untuk menentukan besarnya jumlah soal untuk setiap pokok
bahasan dan komposisi jumlah soal menurut aspek-aspek pengetahuan dan atau
keterampilan yang akan dinilai, tidak ada peraturan yang khusus. Dalam hal ini,
yang perlu diperhatikan ialah agar jumlah tersebut merupakan bilangan kelipatan
lima atau sepuluh sehingga, dengan demikian memudahkan kita dalam melakukan
penskoran. “penskoran dilakukan untuk meneliti hasil dan proses belajar siswa
oleh sebab itu guru harus menyusun soal yang relevan dengan pengajaran.” Dalam menentukan
jenis soal, guru atau pengajar harus selalu menghubungkannya dengan tujuan
instruksional, baik TIU maupun TIK, dan perbandingan jumlah soal disesuaikan
dengan luas dan sempitnya bahan atau materi yang terkandung di dalam setiap
pokok bahasan. Berikut ini akan dikemukakan sebuah tabel spesifikasi.
Tipe dan fungsi tes serta ciri-ciri soal
Tipe tes
|
Fungsi tes
|
Konsiderasi sampel
|
Ciri-ciri
|
Placement
|
Mengukur frerekuisit antry
Menentukan antry formance tentang tujuan pelajaran
|
Mencakup tiap-tiap frerekuisit antry behavior
Memilih sampel yang mewakili tujuan pelajaran
|
items mudah dan criterion- referenced
items meliki range kesukaran yang luas dan norm-referenced
|
Formatif
|
Sebagai balikan bagi siswa + guru tentang kemajuan belajar
|
Jika, mungkin mencakup semua unit tujuan (yang esensial)
|
Items memadukan kesukaran unit tujuan dan criterion-referenced
|
Diagnostik
|
Menentukan kesulitan belajar yang sering muncul
|
Mencakup sampel tugas-tugas yang ber- dasarkan sumber-sumber kesalahan belajar yang umum
|
Items mudah dan digunakan untuk menujuk sebab-sebab kesalahan yang spesifik
|
Sumatif
|
Menentukan kenaikan tingkat/ kelas atau kelulusan pada akhir program pengajaran
|
Memilih sampel tujuan-tujuan pelajaran yang refresentatif
|
Items memiliki range kesukaran yang luas dan norm-referenced
|
Sumber: M. Ngalim Purwanto, Prinsip…, 1990:31.
Dilihat dari segi tujuannya dalam bidang pendidikan, tes
dapat dibagi menjadi:
Tes Kecepatan (Speed Test)
Tes ini bertujuan untuk “mengevaluasi peserta tes (testi)
dalam hal kecepatan berpikir atau keterampilan, baik yang bersifat spontanitas
(logik) maupun hafalan dan pemahaman dalam mata pelajaan yang telah
dipelajarinya.” Waktu yang disediakan untuk menjawab atau menyelesaikan seluruh
materi tes ini relatif singkat dibandingkan dengan tes lainnya, sebab yang
lebih diutamakan adalah waktu yang minimal dan dapat mengerjakan tes itu
sebanyak-banyaknya dengan baik dan benar, cepat dan tepat penyelesaiannya.Tes
yang termasuk kategori tes kecepatan misalnya tes intelegensi, dan tes
ketrampilan bongkar pasang suatu alat.
Tes Kemampuan (Power Test)
Tes ini bertujuan “untuk mengevaluasi peserta tes dalam
mengungkapkan kemampuannya (dalam bidang tertentu) dengan tidak dibatasi secara
ketat oleh waktu yang disediakan. Kemampuan yang dievaluasi bisa berupa
kognitif maupun psikomotorik.” Soal-soal biasanya relatif sukar menyangkut
berbagai konsep dan pemecahan masalah dan menuntut peserta tes untuk
mencurahkan segala kemampuannya baik analisis, sintesis dan evaluasi.
Tes Hasil Belajar (Achievement Test)
Tes ini dimaksudkan untuk mengevaluasi hal yang telah
diperoleh dalam suatu kegiatan. Tes Hasil Belajar (THB), baik itu tes harian
(formatif) maupun tes akhir semester (sumatif) bertujuan untuk mengevaluasi
hasil belajar setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam suatu kurun waktu
tertentu. Masalah ini akan lebih banyak memberikan penekanan pada tes hasil
belajar .
Tes Kemajuan Belajar ( Gains/Achievement Test)
Tes kemajuan belajar “disebut juga dengan tes perolehan yaitu:
tes untuk mengetahui kondisi awal test sebelum pembelajaran dan kondisi akhir
test setelah pembelajaran.” Untuk mengetahui kondisi awal testi digunakan pre-tes
dan kondisi akhir testi digunakan post-tes.
Tes Diagnostik (Diagnostic Test)
Tes diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk
mendiagnosis atau mengidentifikasi kesukaran-kesukaran dalam belajar,
mendeteksi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesukaran belajar, dan
menetapkan cara mengatasi kesukaran atau kesulitan belajar tersebut.
Tes Formatif
Tes formatif adalah “penggunaan tes hasil belajar untuk
mengetahui sejauh mana kemajuan belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam
suatu program pembelajaran tertentu.”
Tes Sumatif
Istilah “sumatif berasal dari kata “sum” yang berarti
jumlah.” Dengan demikian tes sumatif berarti tes yang ditujukan untuk
mengetahui penguasaan siswa dalam sekumpulan materi pelajaran (pokok bahasan)
yang telah dipelajari.
DOWNLOAD JUGA RPP
KURIKULUM 2013 DAN SILABUS KURIKULUM 2013